Selasa, 10 Januari 2012

APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN: MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan tampaknya masih merupakan isu sentral di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah ini sudah lama dicoba diatasi dengan berbagai cara dan upaya, namun hasilnya belumlah optimal. Teknologi Pendidikan yang merupakan bagian dari pendidikan, yang berkepentingan dengan segala aspek pemecahan masalah belajar manusia melalui proses yang rumit dan saling berkaitan, juga ikut serta berupaya meningkatkan mutu pendidikan melalui cara-cara yang khas (Prawiradilaga, dkk, 2008:2).

Pemerintah dalam hal ini Diknas memang terus berupaya melakukan perbaikan terhadap mutu pendidikan ini. Ini terlihat dari banyaknya program-program perbaikan yang terus digulirkan. Hanya saja, perbaikan yang dilakukan lebih banyak pada sisi makronya saja, yaitu pada kurikulum dan manajemen sekolah. Paling tidak dalam tahun-tahun terakhir ini ada dua perubahan yang dilakukan, yaitu penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), meskipun keduanya tidak memberikan gambaran yang jelas dalam penerapan di lapangan.

MBS misalnya yang diharapkan dapat menjadikan sekolah sebagai lembaga yang mandiri dalam pengolahan keuangan dalam rangka menghasilkan sekolah yang berkualitas, berubah menjadi upaya menciptakan persaingan antarsekolah yang pada akhirnya lebih banyak memberatkan orang tua siswa. Sementara mutu pendidikan tidak mengalami perubahan signifikan dengan “label” yang dipasangnya (Prawiradilaga, dkk, 2008:59).

Perubahan harus dilakukan bila kita ingin benar-benar memperbaiki mutu pendidikan kita, sehingga urutan pendidikan kita tidak lagi berada di bawah Vietnam yang menduduki peringkat 108 di dunia (Prawiradilaga, dkk, 2008:60).

B.     Permasalahan

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a.       Apakah itu Mutu Pendidikan?
b.      Faktor-faktor apakah yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan?
c.       Apakah itu Teknologi Pendidikan?
d.      Bagaimanakah Konsep MBS menjadi salah satu bentuk aplikasi teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu?
PEMBAHASAN
A.  Mutu Pendidikan

a)   Mutu
Dalam pengertian umum, mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, berupa barang maupun jasa. Di sisi lain mutu merupakan gambaran karekteristik  menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Harvey dan Green (1993 dalam Porter, 1994) mengartikan definisi mutu sebagai a relative concept which the context and mean diferrent things to different people. Hal ini karena pada kenyataannya orang yang sama akan mungkin akan menerapkan konsep yang berbeda pada saat lain. Secara teoritis, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami arti mutu. Pertama, mutu mencerminkan suatu karekteristik yang dimiliki. Dalam sudut pandang ini, sesuatu yang yang bermutu dipandang sebagai sesuatu yang excellent/valuable dan mutu sama sekali tidak mempunyai apa yang disebut evaluation sense (Margetson, 1990). Pada pendekatan kedua yang disebut pendekatan matafisik (metaphysical belief), mutu dipandang sebagai sesuatu yang bisa diukur. Hal ini karen, dalam memandang mutu bisa dibedakan secara absolut antara fakta-fakta yang dikaitkan dengan analisis secara deskriptif dan nilai-nilai yang dikaitkan dengan analisa secara evaluatif (Rivai, 2009:711)
b)     Mutu Pendidikan
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup pada masukan (input) proses, luaran (output) dan dampaknya.
1.   Mutu masukan (input), dampak dilihat dari beberapa sisi, yaitu:
a.       dari kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha dan siswa;
b.      memenuhi atau tidaknya kriteria masukan berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana sekolah, dan lain-lain;
c.       memenuhi atau tidaknya kriteria input  yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan perundang-undangan, struktur organisasi sekolah, deskripsi kerja/tugas, rencana, dan program.
d.      input yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita, sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.
Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi tingkat kesiapan input makin tinggi pula mutu input tersebut.

2.       Mutu proses pendidikan mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik, hal tersebut antara lain: derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, dan kepuasan. Proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasiaan dan penyerasian serta pemaduan input sehingga mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar memberdayakan peserta didik.

3.      Output pendidikan merupakan kinerja sekolah, kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/prilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur mutunya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, mutu kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Dikatakan bermutu apabila prestasi belajar menunjukkan prestasi belajar menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam:

1)      prestasi akademik seperti nilai ulangan umum, EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik;

2)      prestasi non akademik, misal: Imtaq, kejujuran, kesopanan, olahraga , keseniaan, ketrampilan, kejuruan dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya (Rivai Murni, 2009:711).

Dari uraian masing-masing komponen dalam pendidikan tersebut maka dapatlah dipahami untuk menilai sekolah yang memiliki standar mutu yang baik tidaklah instan dan mudah sebab dibutuhkan keterlibatan masing-masing unsur tersebut mulai dari input, proses dan ouput, proses yng sinergis antar berbagai elemen, wujud kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa input, proses dan ouput sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas. Semua unsur tersebut harus berjalan seirama dan saling mendukung antara unsur yang satu dengan yang lainnya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

B.     Faktor-Faktor Masalah Mutu Pendidikan di Indonesia

Dari berbagai pengamatan dan analisis, Rivai (2008:139-140) dalam buku Education Management menerangkan sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata:

1.     Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-ouput analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila semua input (masukan yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki, pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru pengadaan buku dan alat pelajaran dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataannya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak akan terjadi. Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.
2.     Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokrat sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinati birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
3.     Peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua murid dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah tergantung pada guru. Dikenalkan pembaharuan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan.
Di sekolah tersebut, partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral dan barang/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua murid, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stake holder).

C.    Konsepsi Teknologi Pendidikan
Konsepsi teknologi pendidikan dapat kita pahami melalui pendekatan teknologi atau pendidikan. Melalui pendekatan teknologi diartikan sebagai teknologi yang diterapkan dalam bidang pendidikan.
Pengertian teknologi sendiri sangat luas dan beragam. Ellul (1967:xxv) mendefinisikan teknologi sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisensi dalam setiap bidang kegiatan manusia. Dengan demikian teknologi pendidikan teknologi harus memiliki ciri efisiensi itu.
Definisi yang dibuat Galbraith (1967) tentang teknologi masih sangat populer hingga kini, yaitu aplikasi sistematik sains atau pengetahuan  lain dalam tugas praktikal. Bila definisi  ini diterapkan dalam dunia pendidikan maka teknologi pendidikan merupakan aplikasi sistematik sains dan pengetahuan lain dalam tugas kependidikan. Definisi ini terlalu luas, karena dengan demikian semua tugas kependidikan dapat dianggap sebagai bidang teknologi pendidikan.

            Definisi konseptual teknologi pendidikan adalah sebagai berikut:
Teknologi pendidikan merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.(Association Educational Communication and Technology/AECT, 1986)

Teknologi instruksional (sebagai bagian teknologi pendidikan) merupakan cara yang sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajarmengajar untuk mencapai tujuan khusus yang didasarkan pada penelitia terhadap belajar dan komunikasi pada manusia, serta dengan menggunakan kombinasi sumber belajar insani dan non-insani, agar menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif. (Commision on Instructional Technology, 1970)

Teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan usaha memudahkan proses belajar dengan ciri-ciri khas 1) memberikan perhatian khusus dan pelayanan pada kebutuhan yang unik dari masing-masing sasaran didik, 2) menggunakan aneka ragam dan sebanyak mungkuin sumber belajar, dan 3) menerapkan pendekatan sistem (Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan, Yogyakarta, 1980).

Konsep pendidikan sendiri mempunyai arti yang luas. Ia merupakan keseluruhan proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan berbagai bentuk perilaku lain yang mempunyai nilai positif terhadap lingkungan tempat hidupnya. Apabila proses itu sengaja dikelola agar dapat terbentuk perilaku tertentu dalam kondisi tertentu maka proses itu disebut pembelajaran/instruksional (AECT,177:56) (Miarso, 2011:76-77)

Aplikasi Teknologi Pendidikan
Apabila konsep atau pengertian teknologi pendidkan kita analisis, kita akan memperoleh pedoman umum aplikasi sebagai berikut:
1.      Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa, dan lain-lain secara bersistem.
2.      Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan memerhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di anataranya.
3.      Digunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar.
4.      Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, di mana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan. Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih dari pada memecahkan masalah secara terpisah (Miarso, 2011:78).
D.    Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Merupakan Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Konsep ini diperkenalkan oleh teori Effective School yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmon, 1979). Larry Kuehn dalam Eric Clearinghouse on Education Management (1999) dalam Danim (2006:33-34) menerangkan bahwa terdapat banyak nama untuk MBS atau SBM. Selain populer dengan sebutan School Based Management atau School Site Management maka secara garis besar MBS dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan substaintabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu. Di Amerika Serikat MBS merupakan sebuah strategi baru yang paling populer yang muncul sebagai reformasi sekolah (School Reform Movement) pada tahun 1980-an. Istilah reformasi mengandung makna perubahan bentuk atau model pengelolaan sekolah dari format sentralistik ke desentralisasi, dari mekanisme kerja sekolah yang banyak diatur oleh institusi di atasnya ke format kerja sekolah yang secara nyata mengatur sendiri.
Dalam model-model sekolah yang merupakan pendekatan MBS dalam pengelolaanya, guru dan staf lainya dapat menjadi efektif karena ada partisipasi mereka dalam membuat keputusan. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan pengunaan sumberdaya pendidikan lebih optimal sehingga di peroleh hasil yang lebih baik. Selanjutnya, Kepala Sekolah akan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap kinerja di lingkungan sekolah, dan beban kerja kantor pusat dan daerah dapat dikurangi dan hanya berkosentrasi pada peranan mereka dalam melayani sekolah (Supriadi, 2001:160).
Dalam MBS, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyai peranan masing-masing yang saling mendukung dan sinergis atau dengan yang lainya. Sekolah berada pada bagian terdepan dari proses pendidikan, sehinga menjadi bagian utama dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
Masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami, membantu dan mengontrol proses pendidikan, sedangkan pemerintah berperan sebagai peletak kerangka dasar kebijakan pendidikan serta menjadi fasilitator yang akan mendukung tercapainya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. DEPDIKNAS (2001:21) menetapkan bahwa: fungsi-fungsi yang dapat disentralisasikan ke sekolah adalah: (1) perencanaan dan evaluasi program sekolah; (2) pengelolaan kurikulum; (3) pengelolaan proses belajar mengajar; (4) pengelolaan ketenagaan; (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan; (6) pengelolaan keuangan; (6) pelayanan siswa; (7) hubungan sekolah dan masyarakat; dan (8) pengelolaan iklim sekolah. (http://wahyumirza.blogspot.com/2011/03/pelaksanaan-manajemen-berbasis-sekolah.html).
Model MBS yang diterapkan di Indonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah adanya otonomi dan pengambilan keputusan partisipatif, artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program sekolahnya dan dalm pengambilan keputusan harus melibatkan partisipasi setiap konstituen sekolah seperti: murid, guru, tenaga administrasi, orang tua, masyarakat lingkungan, dan para tokoh masyarakat (Anonim, MPMBS, Direktorat SLTP DEPDIKNAS, 2001) dalam Rivai, 2008:150).
Dari uraian di atas bahwa MBS merupakan salah satu aplikasi teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan seperti  yang termaktub di dalam pedoman umum.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan, 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Miarso, Yusufhadi, 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pustekkom-    DIKNAS.
Prawiradilaga, Dewi Salma,dkk. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

             Rivai, Veithzal, dkk. Education Management: Analisis Teori dan Praktek. Jakarta: Grafindo   
Persada.











































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal ...