Sabtu, 24 Desember 2011

STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (MI) UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN



PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan tampaknya masih merupakan isu sentral beberapa tahun ke depan atau mungkin untuk selamanya. Ibarat perjalanan seorang musafir yang terus mengembara tiada akhir. Kalaupun pengembaraan itu harus terus berlangsung, biarlah. Namun satu hal yang harus kita pikirkan adalah, bagaimana menjadikannya sebagai pengalaman yang berharga untuk mendapatkan ide-ide baru dalam praktik penyelenggaraan pendidikan.




Pemerintah dalam hal ini Diknas memang terus berupaya melakukan perbaikan terhadap mutu pendidikan ini. Ini terlihat  dari banyaknya program-program perbaikan yang terus digulirkan. Hanya saja, perbaikan yang dilakukan lebih banyak pada sisi makronya saja, yaitu pada kurikulum dan manajemen sekolah. Paling tidak dalam tahun-tahun terakhir ini ada dua perubahan yang dilakukan, yaitu penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), meskipun keduanya tidak memberikan gambaran yang jelas dalam penerapan di lapangan.
MBS misalnya yang diharapkan dapat menjadikan sekolah sebagai lembaga yang mandiri dalam pengolahan keuangan dalam rangka menghasilkan sekolah yang berkualitas, berubah menjadi upaya menciptakan persaingan antarsekolah yang pada akhirnya lebih banyak memberatkan orang tua siswa. Sementara mutu pendidikan tidak mengalami perubahan signifikan dengan “label” yang dipasangnya.
KBK, yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu mengimplementasikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya dalam berbagai aspek kehidupan, malah membuat sebagian besar guru bingung dalam penerapanya. Hal ini semuanya lebih disebabkan oleh kurang jelasnya petunjuk pelaksanaan di lapangan serta tidak diikuti oleh peningkatan kualitas SDM, khususnya guru sebagai ujung tombak yang akan menerjemahkan KBK dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu kualitas SDM   dalam hal ini guru, sudah saatnya mendapatkan perhatian  yang lebih besar terutama dalam hal strategi pembelajaran yang akan mereka gunakan dalam kegiatan pembelajarannya. Sebab bila mereka tetap menggunakan strategi pembelajaran yang ada selama ini, yang mengacu kepada upaya-upaya menghabiskan materi semata dengan pendekatan duduk, dengar, catat; tidaklah mampu untuk menghasilkan kompetensi yang diharapkan. Perubahan harus dilakukan bila kita ingin benar-benar memperbaiki mutu pendidikan kita, sehingga urutan pendidikan kita tidak lagi berada di bawah Vietnam yang menduduki peringkat 108 di dunia.
Adapun perubahan yang harus dilakukan adalah perubahan terhadap kualitas SDM dalam mengimplementasikan strategi pembelajaran yang akan digunakannya. Untuk itu sudah saatnya kepada para guru diperkenalkan strategi-strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan seluruh kecerdasan yang dimiliki siswa.
C.PEMBAHASAN
Gardner (1983), dalam bukunya Frame of mind: The theory of multiple intelligences menyebutkan ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki  setiap individu: yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, musikal, interpersonal, intrapersonal; dan kecerdasan naturalis. Melalui kedelapan jenis kecerdasan tersebutlah setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Oleh karean itu Amstrong (2002), sebagai murid Gardner menyebutkan modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap individu (siswa) dan menjadikan mereka sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak adalah cerdas.
a.    Konsep Multiple Intelligences (MI)
Multiple Intelligences (MI) lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh Alfred Binet (1904), yang meletakkan dasar kecerdasan seseorang pada Intelligences Quotient (IQ) saja. Berdasarkan tes IQ yang dikembangkannya, Binet menempatkan kecerdasan seseorang dalam rentang skala tertentu yang menitikberatkan pada kemampuan berbahasa dan logika semata. Dengan kata lain apabila seseorang pandai dalam bahasa dan logika, maka ia pasti memeliki IQ yang tinggi. Tes yang dikembangkan Binet ini, menurut Gardner (1983) belum mengukur kecerdasan seseorang sepenuhnya, sebab tes IQ Binet baru mewakili sebagian kecerdasan yang ada yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, dan spasial saja. Dengan kata lain belum meliputi delapan jenis kecerdasan yang ada; yaitu kecerdasan lingustik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal; dan kecerdasan naturalis.
Secara garis besar karakteristik dan ciri-ciri dari masing-masing kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut.
Kecerdasan Lingustik, kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Selain itu kecerdasan ini juga meliputi kemampuan memanipulasi struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa, menemonik atau hapalan, eksplanasi dan metabahasa. Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah:
a)    Suka menulis kreatif
b)    Suka mengarang kisah khayal atau menuturkan lelucon
c)    Sangat hafal nama, tempat, tanggal atauhal-hal kecil
d)    Membaca di waktu senggang
e)    Mengeja kata dengan tepat dan mudah
f)     Menyukai pantun lucu dan permainan kata
g)    Suka mengisi teka-teki silang
h)    Menikmati dengan cara mendengarkan
i)      Memiliki kosakata yang luas
j)      Unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis, dan berkomunikasi).
Kecerdasan Matematis-Logis, kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logika dan kemampuan abstraksi-abstaraksi lainnya. Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah:
a)    Menghitung problem aritmetika dengan cepat di luar kepala
b)    Menikmati penggunaan bahasa komputer atau program software logika
c) Suka mengajukan pertanyaan yang bersifat analisis, misalnya mengapa hujan turun? di mana ujung langit? dan sebagainya
d)    Ahli dalam permainan permainan strategi, seperti catur, halma, dan sebagainya
e)    Mampu menjelaskan masalah secara logis
f)     Suka merancang eksperimen untuk pembuktian sesuatu
g)    Menghabiskan waktu dengan permainan logika, seperti teka-teki
h)    Suka menyusun dalam kategori atau hierarki
i)      Mudah memahami hukum sebab dan akibat
j)      Berprestasi dalam pelajaran Matematika dan IPA.
Kecerdasan Spasial, kemampuan mengekspresikan dunia spasial-visual secara akurat, dan kemampuan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu kecerdasan ini juga meliputi kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antar unsur. Kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasiakn diri secara tepat dalam matrik spasial. Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah:
a)    Memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu
b)    Mudah membaca peta, grafik, dan diagram
c)    Menggambar sosok orang atau benda persis aslinya
d)    Senang melihat film, slide, foto-foto, atau karya seni lainnya
e)    Sangat menikmati kegaiatan visual, seperti teka-teki jigsaw, maze, atau sejenisnya
f)     Suka melamun dan berfantasi
g)    Membangun konstruksi tiga dimensi, seperti bangunan lego
h)    Mencoret-coret di atas kertas atau di buku tugas sekolah
i)      Lebih memahami informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian
j)      Menonjol dalam mata pelajaran Seni.
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan sesuatu dan kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti: keseimbangan, kekuatan, kelenturan, kecepatan, dan hal-hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile dan haptic). Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah:
a)    Banyak bergerak ketika sedang duduk atau mendengarkan sesuatu
b)    Aktif dalam kegiatan fisik, seperti berenang, bersepeda, hiking, skateboard
c)    Perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya
d)    Menikmati kegiatan melompat, lari, gulat, atau kegiatan fisik sejenis
e)    Memperlihatkan ketrampilan dalam bidang kerajinan tangan, seperti kerajinan kayu, menjahit, mengukir, memahat
f)     Pandai menirukan gerakan, kebiasaan, atau perilaku orang lain
g)    Bereaksi secar fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya
h)    Meniukmati kegiatan dengan tanah liat, melukis dengan jari, atau kegiatan kotor lainnya
i)      Suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi
j)      Berprestasi dalam mata pelajaran Olah Raga, Mekanik, dan yang bersifat kompetitif.
Kecerdasan Musikal, kemampuan mengapresiasikan berbagai bentuk musikal, membedakan, menggubah, dan mengeksprsikannya. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan terhadap irama, pola nada atau melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Adapun ciri-ciri orang yang memliki kecerdasan ini adalah:
a)    Suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah
b)    Mudah mengingat melodi suatu lagu
c)    Lebih bisa belajar dengan iringan musik
d)    Suka mengoleksi kaset-kaset atau CD lagu-lagu
e)    Bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain
f)     Mudah mengikuti irama musik
g)    Mempunyai suara yang bagus untuk bernyanyi
h)    Peka terhadap suara-suara atau bunyi-bunyian di lingkungannya
i)      Memberikan reaksi yang kuat terhadap berbagai jenis musik
j)      Berprestasi sangat bagus dalam mata pelajaran Musik.
Kecerdasan Interpersonal, kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, gerak isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal, dan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah:
a)    Mempunyai banyak teman di sekolah maupun di lingkungannya
b)    Suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal
c)    Sangat mengenal lingkungannya
d)    Banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah
e)    Berperan sebagai penengah ketika terjadi pertikaian atau konflik di anatara teman
f)     Menikmati berbagai permainan kelompok
g)    Berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain
h)    Suka dicari sebagai “penasihat” atau “pemecah masalah” oleh temannya
i)      Sangat menikmati pekerjaan orang lain
j)      Berbakat menjadi pemimpin dan berprestasi dalam mata pelajaran Ilmu Sosial.
Kecerdasan Intrapersonal, kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Selain itu kecerdasan ini juga meliputi kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, keinginan, berdisplin diri, dan kemampuan menghargai diri. Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah:
a)    Memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat
b)    Bersikap realistis terhadap kekuatan dan kelemahannya
c)    Memberikan reaksi keras terhadap topik-topik kontroversial dengan dirinya
d)    Bekerja atau belajar dengan baik seorang diri
e)    Memiliki rasa percaya diri yang tinggi
f)     Kecenderungan mempunyai pandangan yang lain dari pandangan umum
g)    Banyak belajar dari kesalahan masa lalu
h)    Dengan tepat mengekspresikan perasaannya
i)      Berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan
j)      Banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
Kecerdasan Naturalis, keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan terhadap fenomena-fenomena alam lainnya, dan kemampuan membedakan benda-benda tak hidup dengan benda-benda hidup lainnya. Adapun ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan naturalis ini adalah:
a)    Suka dan akrab dengan berbagai hewan peliharaan
b)    Sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, seperti kebun, taman, hutan dan sebagainya
c)    Menunjukkan kepekaan terhadap panorama alam, seperti pemandangan, gunung, awan, pantai, dan sebagainya
d)    Suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang
e)    Menghabiskan waktu dekat akuarium atau sistem kehidupan alam lainnya
f)     Memperlihatkan kesadaran ekologis yang tinggi
g)    Menyakini bahwa binatang mempunyai hak sendiri dan perlu dilindungi
h)    Mencatat berbagai fenomena alam yang melibatkan hewan dan tumbuhan
i)      Suka membawa pulang serangga, bunga, daun atau benda-benda alam lainnya
j)      Berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
Adapun yang menarik dalam penelitian yang dilakukan oleh Gardner terhadap kedelapan jenis kecerdasan tersebut, bahwa setiap kecerdasan bekerja dalam sistem otak yang relatif otonom. Artinya setiap kecerdasan mengelola informasi secara parsial, menyimpannya secara parsial, namun pada saat mengeluarkannya (mereproduksinya kembali), kedelapan jenis kecerdasan yang ada bekerja sama secara unik untuk menghasilkan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan.

b.    Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran menurut Kemp (1995) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick dan carey (1985) menyebutnya suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang dipergunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Sedangkan Gerlach dan Ely (1978) menyebutnya sebagai suatu pendekatan guru terhadap penggunaan informasi, mulai dari pemilihan sumber belajar sampai kepada menetapkan peranan siswa dalam pembelajaran.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengorganisasikan komponen-komponen pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran (hasil belajar).
Dalam pembelajaran di sekolah, strategi pembelajaran pada umumnya dirancang oleh guru sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran yang dikelolanya. Sesungguhnya pendekatan ini sudah baik, bila dilakukan secara benar dan konsisten. Namun ada kalanya guru terjebak hanya pada upaya menghabiskan materi pelajaran semata, dan mereka lupa pada kompetensi atau tujuan yang sebenarnya. Menurut Conny Semiawan (2002), strategi pembelajaran yang hanya berupaya menghabiskan materi pelajaran kurang memberikan makna bagi siswa. Oleh karena itu pendekatan yang sudah saat ini perlu dikembangkan lebih lanjut, agar peristiwa pembelajaran mampu memberikan makna bagi siswa yang belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif, bila saja SDM (dalam hal ini guru, dosen, atau pengajar) mampu mengaitkan setiap materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Piaeget (1977), dalam teori ekuilibrasinya sesungguhnya sudah menganjurkan agar dalam proses pembelajaran seharusnya ada pengalaman logis yang diberikan kepada siswa, sehingga siswa merasakan kegunaan materi yang dipelajarinya dan mendorong terjadinya perubahan yang terus menerus dalam belajar. Sedangkan menurut Gordon Dryden dan Jeanette Vos (2000), dalam bukunya The Learning Revolution, mengatakan bahwa ciri utama pembelajaran yang bermakna adalah di mana siswa dapat merasakan manfaat dari materi pelajaran yang dipelajarinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang senada juga dikemukakan oleh DePorter (1999), dalam bukunya Quantum Learning bahwa pembelajaran harus memberikan manfaat bagi siswa yang belajar. Untuk itu guru harus mampu menciptakan keterkaitan suatu topik dengan kehidupan siswa sehari-hari, serta merayakan setiap keberhasilan siswa sebagai kunci dalam strategi pembelajaran yang bermakna. Dengan kata lain apabila suatu strategi pembelajaran mampu memberikan makna bagi siswa mengenai apa yang dipelajarinya, sesungguhnya guru sudah melakukan pembelajaran yang berbasis kompetensi.
Kompetensi itu sendiri menurut McAshan (1981), yang dikutip oleh Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai  seseorang dan telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif , afektif, dan psikomotor dengan sebaik-baiknya. Finch dan Crunkilton (1979), menyebutnya sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Jadi strategi pembelajaran yang berupaya “mengaitkan setiap materi yang dipelajari oleh siswa dengan kehidupan sehari-hari atau bidang-bidang tertentu sehingga siswa dapat merasakan makna dari setiap materi pelajaran yang diterimanya dan mengimplemtasikan dalam berbagai aspek kehidupan”.

c.    Strategi Pembelajaran Multiple Intelligences (MI)
Strategi pembelajaran MI pada hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh setiap individu (siswa) untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh sebuah kurikulum.
Amstrong (2002) seorang pakar di bidang Multiple Intelligences mengatakan, bahwa dengan teori kecerdasan majemuk memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang relatif baru dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian, ia menambahkan, bahwa tidak ada rangkaian strategi pembelajaran yang bekerja secara efektif untuk semua siswa. Setiap siswa memiliki kecenderungan tertentu pada kedelapan kecerdasan yang ada. Oleh karena itu suatu strategi mungkin akan efektif pada sekelompok siswa, tetapi akan gagal bila diterapkan pada kelompok lain. Dengan dasar ini sudah seharusnya guru memperhatikan jenis kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa agar dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mengoptimalkan potensi yang ada diri siswa. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan bahawa setiap strategi yang ada pada masing-masing kecerdasan dapat diimplemtasikan untuk semua mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Misalnya strategi pembelajaran Matematis-Logis dapat diimplematasikan bukan saja dalam mata pelajaran Matematika, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam mata pelajaran lainnya seperti Bahasa, Fisika, atau mata pelajaran yang menuntut unsur logika di dalamnya.
Satu hal yang harus diingat adalah bahwa teori MI bukan saja merupakan konsep kecerdasan yang ada pada diri masing-masing individu, tetapi juga merupakan strategi pembelajaran yang ampuh untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada jenis kecerdasan tertentu. Gardner (2003) mengatakan, sebab pada dasarnya setiap individu memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol dari delapan kecerdasan yang ada. Bukankah Einstein yang dikatakan cerdas juga mempunyai kelemahan pada jenis kecerdasan lainnya? Einstein adalah orang  yang sangat cerdas pada dua jenis kecerdasan yaitu Matematis-Logis dan Spasial. Sementara untuk jenis kecerdasan yang lain, ia tidak terlalu menonjol.
Strategi pembelajaran MI pada praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol pada diri siswa seoptimal mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal yang ditentukan oleh lembaga atau sekolah. Dengan demikian penggunaan strategi pembelajaran MI tetap berada pada posisi yang selalu menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. Satu hal yang pasti, siswa akan keluar sebagai individu yang memiliki jati diri, yang potensial pada salah satu atau lebih dari delapan jenis kecerdasan yang dimilikinya.

d.    Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kehadiran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tampaknya menyadarkan kita kembali akan persoalan pendidikan kita yang sedang sakit, dan menjadikan KBK sebagai obat penyembuhnya. Akan tetapi kenyataan di lapangan menimbulkan persoalan baru karena ketidakjelasan tentang konsep KBK dimaksud. Ada yang melihat KBK sebagai barang baru dan ada pula yang melihatnya sebagai barang lama kemasan baru. Atau hanya sekadar indikator dari ciri kebijakan yang mewakili era atau zamannya.
Terlepas dari persoalan itu semua, ada baiknya kita melihat kata “kompetensi” secara murni dan menempatkannya pada proporsi yang sebenarnya. Kata kompetensi sendiri sebenarnya menggambarkan “suatu kemampuan tertentu” yang dimiliki seseorang setelah mengalami proses pembelajaran tertentu. Dalam konteks pendidikan kemampuan tersebut merupakan kesatuan dari tiga domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomorik; dan dengan kemampuan tersebut diharapkan para siswa akan memiliki kecakapan tertentu yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi sebenarnya, KBK adalah suatu upaya meningkatkan para pengajar dalam hal ini para guru,agar dalam proses pembelajaran yang dilakukannya tidak berorientasi pada upaya-upaya pencapaian pengetahuan semata, tetapi harus pula mampu membuktikan bahawa setiap materi yang diajarkan (diberikan) kepada siswa bermakna untuk kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain guru dituntut aktif memberikan contoh-contoh penerapan setiap materi dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam bentuk simulasi maupun dalam bentuk yang sesungguhnya.
Sebagai ilustrasi, bila siswa diajarkan tentang Ilmu Ekonomi, maka ia tidak hanya belajar tentang pengetahuannya saja, tetapi juga harus berperan sebagai pelaku ekonomi. Apakah itu dalam bentuk simulasi atau melakukannya dalam konteks yang sesungguhnya. Dengan cara demikian barulah siswa akan memperoleh kompetensi yang sesungguhnya dari materi ekonomi yang dipelajarinya. Satu hal yang pasti dari peristiwa yang demikian siswa akan menjadikan setiap materi pelajaran yang dipelajarinya menjadi bagian dari dirinya. Dengan kata lain materi pelajaran akan mengendap pada “long term memory” siswa untuk jangka waktu yang sangat lama.
Dari ilustrasi di atas sesungguhnya KBK adalah suatu pendekatan yang baik untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena KBK tidak berorientasi pada kuantitas materi, melainkan lebih terfokus pada kualitas materi yang diperoleh siswa. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah, apakah SDM dalam hal ini para guru sudah siap melakukan perubahan dalam paragdima mengajarnya, dari pengajaran yang berorientasi pada upaya-upaya menghabiskan materi kurikulum semata, kepada pengajaran yang berorientasi pada kompetensi? Apakah strategi pembelajaran yang digunakan selama ini masih efektif digunakan untuk menghasilkan kompetensi yang dituntut dalam KBK? Jawabnya, hanya para guru jualah yang dapat menjawabnya.

e.    Langkah Penerapan Strategi Pembelajaran Multiple Intelligences (MI)
Ada  dua tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan strategi pembelajaran MI agar mendapatkan hasil yang optimal, yaitu:
a)    Memberdayakan semua jenis kecerdasan pada setiap mata pelajaran.
Memberdayakan semua jenis kecerdasan pada setiap mata pelajaran adalah ibarat meng-input informasi melalui delapan jalur ke dalam otak memori siswa. Bila Bloom (1956), menekankan pada tiga jalur dominan yang ada yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor; maka Gardner (1999), menekankan pada delapan kecerdasan yang dimiliki setiap siswa, yaitu:kecerdasan linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
      Secara empirik untuk menerapkan strategi pembelajaran MI dapat dimulai dengan melakukan reposisi pada kurikulum yang ada sekarang, baik itu kurikulum 1994 yang disempurnakan maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini dilakukan dengan cara mengubah Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang ada menjadi kompetensi yang diharapakan . Dengan demikian, setiap TIK atau pokok bahasan dituntut untuk memberdayakan semua atau sebagian besar jenis kecerdasan yang ada.
      Sebagai contoh mata pelajaran bahasa yang dominan dengan kecerdasan linguistik, TIK-nya berbunyi “Siswa dapat membacakan puisi dengan intonasi yang benar di depan kelas”. Bila siswa melakukan semua itu dengan benar; maka kecerdasan yang terlibat akan meliputi: Kecerdasan Linguistik, Matematis-Logis, Spasial Terbatas, dan Kinestetik-Jasmani saja. Akan tetapi bila TIK diubah menjadi “Siswa dapat membacakan puisi dengan intonasi yang benar di halaman sekolah atau pada acara tertentu, atau di depan publik”; maka kecerdasan yang terlibat akan banyak lagi yaitu: Kecerdasan Linguistik, Matematis-Logis, Spasial Terbatas, Kinestetik-Jasmani, Interpersonal, Intrapersonal dan Naturalis. Dengan demikian kadar belajar yang diperoleh oleh siswa akan jauh lebih tinggi dibandingkan apabila ia hanya membacakan puisi di depan kelas. Pemikiran-pemikiran kreatif yang demikian inilah yang dituntut pada setiap guru bila ingin menerapkan strategi pembelajaran MI dalam mata pelajaran yang dikelolanya. Meskipun belum ada penelitian yang dapat menyimpulkan, apakah hasil belajar siswa meningkat secara signifikan, tetapi berdasarkan observasi di lapangan menunjukkan adanya perubahan dalam sikap belajar siswa. Siswa terlihat lebih aktif, percaya diri, dan kreatif dalam banyak hal.
b)    Mengoptimalkan pencapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa.
Tahapan kedua ini ditempuh apabila secara faktual guru telah mengidentifikasi kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa. Sekali lagi, baik Gardner (1999), maupun Amstrong (2002), selalu mengingatkan  bahwa ada satu atau lebih kecerdasan yang menonjol pada masing-masing individu (siswa). Bila kita menyadari hal ini, mengapa kita tidak mengoptimalkannya menjadi sesuatu yang bermakna bagi siswa. Atau menjadikannya sebagai jati dirinya, meskipun untuk bidang yang lainnya harus puas dengan standar minimal yang ditetapkan oleh masing-masing lembaga.
Dalam penerapan tahap kedua ini strategi pembelajaran yang digunakan lebih bersifat personal atau individual. Siswa yang memiliki kecerdasan Lingiustik misalnya, akan dioptimalkan pencapaian hasil belajarnya pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra. Sedangkan mereka yang mempunyai kecerdasan Matematis-Logis misalnya, akan diarahkan pada pencapaian hasil belajar Matematikanya seoptimal mungkin melalui pemberian layanan individu dan akses ke berbagai kesempatan yang memungkinkan kecerdasan Matematikanya terus berkembang. Bagi mereka yang memiliki kecerdasan Spasial belajar dengan menggunakan media visual atau menggunakan peta konsep tentu sangat membantu mereka mencapai kesempurnaan belajarnya. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki kecerdasan Kinestetik-Jasmani sangatlah tersiksa bila ia harus dipaksa duduk yang manis di dalam kelas. Mereka yang memiliki kecerdasan Kinestetik-Jasmani akan menghasilkan sesuatu secara optimal, bila mereka diizinkan belajar dengan cara melakukan gerakan-gerakan tertentu. Misalnya mengekspresikan suatu pesan dengan bahasa tubuhnya. Sedangkan belajar dengan alunan musik tentu sangat menyenangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan Musikal. Musik-musik klasik sangat dianjurkan sebagai pengiring bagi mereka memiliki kecerdasan Musikal ini. Dengan musik mereka akan menghasilkan sesuatu yang optimal dalam belajarnya. Lain pula halnya dengan mereka yang memiliki kecerdasan Interpersonal. Melakukan interaksi sosial adalah pilihan yang tepat bagi mereka yang memiliki kecerdasan Interpersonal ini. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan Intrapersonal tentulah sangat berterima kasih bila diizinkan belajar secara individual di tempat yang agak sepi, atau mengerjakanproyek individual. Untuk siswa yang memiliki kecerdasan Naturalis akan efektif bila diarahkan pencapaian hasil belajar yang optimal untuk mata pelajaran IPA atau Biologi. Belajar di luar kelas (outdoor) merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan Naturalis ini.
Uraian di atas adalah sekelumit contoh bagaimana strategi pembelajaran MI diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah. Khususnya untuk mencapai setiap kompetensi yang telah ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Sangat jelas, bagaimana guru berupaya menjadikan siswanya menjadi juara pada bidang tertentu sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya. Siswa tidak hanya menguasai konsep pengetahuan semata, tetapi ia juga dapat menerapkan pengetahuannya dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain tidak ada yang mustahil bila kita ingin melakukan perubahan dalam strategi pembelajaran yang akan kita gunakan. Banyak jalan menuju Roma, mengapa kita tdak mencobanya.
Sebagai tambahan, penerapan strategi pembelajaran MI dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, menuntut adanya penataan (setting) kelas yang berbeda dari penataan (setting) yang digunakan pada strategi pembelajaran biasa. Kelas berpindah (moving class) merupakan keharusan yang dilakukannya sesuai dengan tuntutan kebutuhan belajar kecerdasan tertentu. Selain itu sistem penilaian tidak cukup hanya menggunakan tes objektif. Tes yang dikembangkan harus lebih variatif, mulai dari uraian, pengamatan, sampai kepada penggunaan portofolio.
DAFTAR PUSTAKA

Prawiradilaga, Dewi Salma,dkk. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal ...